Pembahasan kali ini kembali mengangkat suatu kaedah fikih yang menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan maslahat orang lain atau orang banyak. Adapun jika berkaitan dengan diri pribadi, maka bisa kita lakukan sesuka kita. Misalnya, dalam shalat ketika jadi imam, hendaknya imam memperhatikan mana yang maslahat untuk jama’ah di belakangnya karena ada yang tua dan sakit. Sedangkan jika ia shalat sendiri, maka ia boleh memanjangkan shalat semau dia.
Penjelasan Kaedah
Kaedah ini disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin sebagai berikut,
الواجب على من تصرف لغيره أن يفعل ما هو أحسن أما من تصرف لنفسه فيفعل ما يشاء مما يباح له
“Wajib bagi yang berinteraksi dengan orang lain, maka hendaklah ia melakukan yang maslahat (bagi orang lain). Adapun yang berinteraksi untuk dirinya sendiri, maka ia boleh saja melakukan sekehendaknya selama dibolehkan.” (Syarhul Mumthi’, 4: 193)
Syaikh Muhammad juga menyampaikan, “Jika seseorang disuruh memilih antara dua atau beberapa pilihan, jika maksudnya adalah untuk memilih mana yang lebih mudah, maka ia boleh memilih sesukanya. Namun jika maksudnya adalah untuk memilih yang maslahat, maka hendaklah ia memilih yang lebih maslahat. Karena dalam kaedah disebutkan, “Barangiapa memilih di antara dua perkara dan berkaitan dengan hak orang lain, maka hendaklah ia memilih yang lebih maslahat, bukan memilih sesuka dirinya.” (Syarhul Mumthi’, 15: 157)
Dalil Kaedah
Dalam hadits Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ ، فَإِنَّ مِنْهُمُ الضَّعِيفَ وَالسَّقِيمَ وَالْكَبِيرَ ، وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِنَفْسِهِ فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ
“Jika salah seorang di antara kalian menjadi imam, maka peringanlah shalatnya. Karena di antara jama’ah ada orang yang lemah, ada yang sakit, ada yang sudah tua. Jika kalian shalat sendiri, maka silakan perpanjangan sekehendak kalian” (HR. Bukhari no. 703 dan Muslim no. 467).
Dalil di atas sudah sangat jelas menunjukkan maksud kaedah yang sedang kita kaji. Karena jika shalat sendiri, maka maslahatnya kembali pada diri sendiri. Namun ketika menjadi imam, maka di belakangnya ada orang banyak, ada yang sakit, lemah dan sudah tua renta sehingga sulit jika memilih shalat dengan berdiri yang lama dan maslahatnya adalah kembalikan pada mana yang terbaik untuk mereka.
Penerapan Kaedah
1- Jika seseorang menjadi wakil dalam menjual suatu barang, maka hendaknya ia menjual dengan mempertimbangkan maslahat. Dia hendaknya berusaha menjual barang tersebut sehingga mendapatkan untung dari harga yang ditetapkan. Berbeda halnya jika ia menjual barangnya sendiri, maka ia boleh menjual dengan harga lebih rendah semau dia.
2- Jika seseorang shalat sendiri (munfarid), ia boleh memanjangkan (memperlama) shalatnya. Namun jika ia mengimami lainnya, hendaklah ia memperhatikan maslahat orang di belakangnya.
3- Jika seseorang memandikan mayit tiga kali dan belum bersih, ia boleh menambah hingga bersih, bisa jadi dengan lima, tujuh atau lebih. Jumlah ini kembali pada ijtihad (pendapat) orang yang memandikan. Namun bukan sesuka dia untuk menambah. Ia harus mempertimbangkan manakah yang lebih maslahat karena hal ini berkaitan dengan hak orang lain.
4- Ketika imam melaksanakan shalat khouf, maka ia memilih mana yang lebih maslahat bagi makmumnya. Jika mungkin menyatukan jama’ah dalam sekali shalat, maka itu lebih baik.
5- Jika seseorang menunaikan kafaroh sumpah (termasuk nadzar), maka ia boleh memilih mana yang ia suka dari tiga pilihan: (1) memberi makan pada 10 orang miskin, (2) memberi pakaian pada 10 orang miskin, atau (3) membebaskan 1 orang budak. Jika tiga ini tidak bisa dilaksanakan, barulah ia memilih puasa tiga hari. Masalah ini berkaitan dengan individu, sehingga boleh memilih mana yang lebih disukai dari tiga pilihan tadi.
Semoga jadi ilmu yang bermanfaat bagi penulis pribadi dan pembaca Rumaysho.com sekalian. Wallahu a’lam.
Referensi:
Al Qowa’id wadh Dhowabith Al Fiqhiyyah ‘inda Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syaikh Turkiy bin ‘Abdillah bin Sholih Al Maiman, terbitan Maktabah Ar Rusyd, tahun 1430 H, 2: 615-620.
—
@ Mabna 27, kamar 201, Jami’ah Malik Su’ud Riyadh KSA
3 Rabi’ul Akhir 1434 H di pagi hari penuh berkah